YANG PANTAS DAN TIDAK PANTAS
DALAM PERCAKAPAN BAHASA INDONESIA
Salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan komunikasi adalah memahami budaya bahasa yang digunakan. Bahasa
Indonesia tidak terkecuali. Makalah ini bertujuan untuk memaparkan apa yang
pantas dan yang tak pantas dalam komunikasi lisan bahasa Indonesia, khususnya pada
konteks formal dalam percakapan sehari-hari. Kepantasan atau ketidakpantasan
dalam bahasa Indonesia dapat diukur dengan menggunakan parameter nilai budaya, ketaklangsungan, pilihan
kata, intonasi, dan bahasa tubuh. Kepantasan dan ketidakpantasan itu dibagi
ke dalam 10 ranah teknik percakapan berdasarkan tawaran Matreyek (1983) dalam Communicating in English: Examples and
Models: Situations. Kesepuluh ranah teknik percakapan itu meliputi 1) membuka
dan menutup percakapan, 2) meminta dan menyatakan pendapat, 3) mengatur
pembicaraan: pengulangan, kecepatan bicara/volume suara, 4) menanyakan, mengklarifikasi
maksud, 5) merefleksi, 6) memberi komentar, 7) menyela percakapan, 8) mengecek
pemahaman, menghapus kesalahpaman, 9) topik percakapan: mengubah, kembali ke
topik percakapan, mencegah perubahan topik percakapan, menghindari topik percakapan, dan 10) menawarkan
ide, dan menambah hal-hal yang terkait.
A. Pendahuluan
Sebagai titik tolak, ada beberapa prinsip dasar
yang paling menentukan kepantasan atau kepatutan dalam berkomunikasi dengan orang
Indonesia. Namun sebelum prinsip itu dijelaskan, perlu dikemukakan apa yang
kami maksud dengan pantas dan dan tidak pantas. Secara harfiah, pantas berarti
patut, layak, sesuai, sepadan, kena benar, tidak mengherankan, dan tampak elok
(KBBI, 2003). Kepatutan atau kepantasan yang kami maksudkan di sini adalah
kepatutan atau kepantasan suatu kata atau ungkapan yang digunakan pada konteks
formal, bukan informal. Suatu kata atau ungkapan dianggap pantas bila ungkapan
itu dapat diterima dengan baik dan dtreima dengan senang hati lawan bicara
kita, tetapi bila ungkapan yang kita gunakan tidak mengenakkan orang lain atau
lawan bicara kita, khususnya pada konteks formal, maka kata atau ungkapan itu
berarti tidak pantas atau tidak patut digunakan.
Di samping itu, ada beberapa prinsip dasar yang
merupakan syarat yang harus dipenuhi agar suatu interaksi dianggap pantas oleh
umumnya orang Indonesia.
- Prinsip nilai
budaya ’hormat’. Prinsip ini
menuntut agar setiap orang dalam cara berbicara, dalam pilihan kata dan
ungkapan, dan dalam membawa diri selalu menunjukkan sikap hormat terhadap
orang lain, sesuai dengan derajat dan kedudukannya. Prinsip ini merupakan
kerangka normatif yang menentukan bentuk-bentuk konkret semua interaksi (Magnis-Suseno,
1984).
- Sebutan orang
kedua amat penting diperhatikan dalam percakapan bahasa Indonesia (Aridah,
2007). Untuk mencapai kepatutan
dalam berkomunikasi dengan orang Indonesia, sapaan untuk orang kedua
sangat penting diperhatikan. Dalam bahasa Indonesia ada beberapa kata
ganti orang kedua yang selalu digunakan dalam percakapan, yaitu Anda,
kamu/kau, engkau, Bapak, Ibu, Saudara/Saudari, Ibu + nama suami, nona,
adik, kakak, dan sebagainya. Menggunakan kata ganti orang kedua kepada
lawan bicara kita sangat menentukan keberhasilan komunikasi kita. Tabel
berikut memerikan cara menggunakan kata ganti orang kedua.
No
|
Kata Ganti Orang
|
Penggunaan
|
1
|
Anda
|
Dapat digunakan
kepada orang yang sama usianya atau lebih muda dari pembicara dalam konteks
formal, tetapi jarang digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
|
2
|
Saudara/Saudari
|
Penggunaannya
sama dengan Anda. Banyak digunakan dalam situasi formal.
|
3
|
Engkau
|
Untuk orang
yang sebaya, tetapi saat ini jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari.
|
4
|
Bapak/pak
|
Sapaan hormat
kepada pria dewasa atau usianya lebih tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku
untuk formal dan informal.
|
5
|
Ibu/bu
|
Sapaan hormat
kepada wanita dewasa atau usianya lebih tua dari penyapa. Sapaan ini berlaku
untuk formal dan informal.
|
6
|
Ibu + nama
suami
|
Sapaan hormat
kepada wanita yang bersuami. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
|
7
|
Ibu/Bu + nama
|
Sapaan hormat
kepada wanita, khususnya wanita yang memiliki kedudukan atau berpendidikan
tinggi. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
|
8
|
Pak + nama
|
Sapaan hormat
kepada pria, khususnya pria yang memiliki kedudukan atau berpendidikan
tinggi. Sapaan ini berlaku untuk formal dan informal.
|
9
|
Mbak
|
Digunakan untuk
menyapa wanita dalam komunikasi informal.
|
10
|
Mas
|
Digunakan untuk
menyapa pria dalam komunikasi informal.
|
11
|
Dik/adik
|
Digunakan untuk
menyapa orang yang lebih muda, dan khususnya untuk orang yang sangat akrab.
|
12
|
Kak/kakak
|
Digunakan untuk
menyapa orang yang lebih tua, dan khususnya bila hubungannyanya sudah sangat
akrab. Sapaan ini untuk informal.
|
13
|
Kau, Kamu
|
Hanya dapat
digunakan untuk orang yang lebih tua kepada orang yang lebih muda atau orang
yang sangat akrab. Kata kamu sebaiknya dihindari pada saat Anda baru
berkenalan. Sapaan ini untuk informal.
|
14
|
lu, ente
|
Sebaiknya
dihindari digunakan, khususnya kepada orang yang baru Anda kenal. Cara ini
hanya digunakan kepada orang yang sangat akrab atau anak muda yang sangat
akrab. Sapaan ini untuk informal.
|
Secara umum, orang Indonesia sangat suka kepada orang yang
sopan. Untuk berlaku sopan, pembicara dituntut menggunakan sapaan yang tepat,
khususnya sapaan untuk orang kedua. Dalam sapaan yang pantas untuk konteks
formal adalah Anda, saudara, saudari, Bapak atau Pak, Ibu atau Bu. Untuk orang
pertama, umumnya orang Indonesia menggunakan pronomina ’saya’, tetapi ada juga
yang menyebut namanya sendiri khususnya bila para pembicara adalah orang muda.
3.
Prinsip
’ketaklangsungan’. Prinsip ini menuntut
setiap pembicara agar dalam interaksi tidak terkesan menyerang lawan bicaranya.
Cara bertutur kata yang langsung pada apa yang sebenarnya ingin di bicarakan dianggap
kurang patut bagi kebanyakan orang Indonesia. Karena itu, inti pembicaraan
sering terasa panjang-lebar dan terkesan berbelit-belit.
4.
Pilihan
kata menuntut pembicara untuk memilih kata atau ungkapan yang pantas untuk
berinteraksi dengan lawan bicaranya sesuai dengan konteksnya yang meliputi (1)
jarak sosial antara penutur dan petutur, dan (2) perbedaan kekuasaan antara
penutur dan petutur. Dalam percakapan bahasa Indonesia hubungan antara
pembicara menentukan pilihan kata yang digunakan. Hubungan itu misalnya:
tua-muda, guru-murid, orangtua-anak, atasan-bawahan, akrab dan tidak akrab.
5.
Unsur
Paralinguistik yang perlu diperhatikan dalam situasi percakapan dalam bahasa
Indonesia adalah penggunaan tangan. Bagi Indonesia, tangan kanan
merepresentasikan kesopanan, kebersihan, dan kebajikan. Karena itu, tangan kiri
sebaiknya tidak digunakan dalam kondisi: mempersilakan, memberikan sesuatu,
minum/makan, dst. Selain itu, bila pembicara itu lebih muda dariapda lawan
bicaranya atau status sosialnya lebih tinggi daripada dirinya, maka ia dituntut
untuk berlaku hormat dan sopan kepada lawan bicaranya. Selanjutnya, dalam
situasi tertentu, pembicara yang lebih muda atau status sosial yang lebih lebih
di bawah daraipada lawan bicaranya dituntut untuk berlaku sopan, misalnya dengan
gerakan tubuh yang sedikit agak membungkuk.
B. Teknik Bercakap
Ada
teknik tertentu yang digunakan orang dari waktu ke waktu dalam percakapan atau berdiskusi
dengan orang lain. Pembicara yang baik menggunakan teknik itu dengan mudah dan
lancar. Menjadi pembicara yang baik dalam bahasa Indonesia melibatkan kemampuan
untuk mengunakan teknik tersebut. Berikut ini adalah contoh ungkapan yang
pantas dan yang tidak pantas dalam percakapan bahasa Indonesia.
1.
Membuka
dan Menutup Percakapan
a. Membuka Percakapan
Banyak cara untuk membuka sebuah percakapan. Cara
yang dilakukan untuk membuka sebuah percakapan bergantung pada hubungan antara
pembicara satu dengan yang lain. Di bawah ini ada empat cara yang paling umum
digunakan untuk membuka sebuah percakapan. Ucapan salam kadang-kadang digunakan
sebelum memulai, tetapi tidak selalu demikian.
1.
Memperkenalkan Diri
|
3.
Memberi Pernyataan
4.
Meminta Perhatian
Cara pertama (ucapan salam + memperkenalkan diri) sering
digunakan kepada orang yang baru dikenal. Cara ke-2, ke-3, dan ke-4 juga dapat
digunakan kepada orang yang baru dikenal, rekan atau teman.
1) Memperkenalkan Diri
Anda biasanya menggunakan teknik ini kepada orang
yang baru pertama kali Anda jumpai: pesta, pertemuan, musyawarah, rapat, dan lain-lain.
Hal ini tidak selalu menggunakan topik. Hal ini biasanya tidak dibutuhkan topik
pembicaraan.
Contoh:
Pantas
Selamat pagi/siang/malam, nama
saya Julia.
Selamat malam. Perkenalkan, nama
saya Julia.
Selamat sore. Nama
saya Julia.
Selamat malam. Maaf, rasanya kita
pernah bertemu sebelumnya.
Nama saya Ichwan. Apakah
Bapak/Ibu ... ?
Tak
Pantas
Siapa
namamu?
Kamu
siapa?
Namamu X
kan?
Penjelasan:
Untuk memperkenalkan diri,
sebaiknya kita menyebutkan nama kita terlebih dahulu baru menanyakan nama orang
lain. Namun, biasanya bila kita menyebutkan nama kita, lawan bicara kita akan
menyebutkan namanya. Menyebutkan nama biasanya disertai dengan jabatan tangan.
Bila percakapan itu melalui melalui telepon, penelpon harus terlebih dahulu
memberi identitasnya sebelum menanyakan identitas orang yang ditelpon.
2) Bertanya
Cara kedua untuk membuka dan melanjutkan
percakapan adalah bertanya. Anda dapat menanyakan informasi atau meminta
bantuan. Anda perlu berhati-hati terhadap kesopanan dalam bertanya, terutama
terhadap pertanyaan yang bersifat pribadi. Untuk menanyakan hal-hal yang
bersifat pribadi memerlukan waktu yang cukup lama. Bahkan, orang akrab sekali
pun sangat sensitif menerima pertanyaan yang bersifat pribadi. Karena itu, demi
lancarnya percakapan Anda, diperlukan kemampuan untuk mencari topik yang lebih
bersifat netral.
Contoh:
Pantas
|
Selamat pagi. Maaf, Anda bekerja di sini?
|
Maaf. Bisa bertanya?
|
Selamat siang. Apa kabar?
|
Maaf. Di mana warnet terdekat di sini?
|
Maaf, di mana tempat-tempat menarik di kota ini?
|
Tak Pantas
|
Selamat malam. Sudah punya pacar?
|
Selamat pagi. Kamu bekerja
di sini?
|
Apakah Anda sudah punya suami/istri?
|
Umurmu berapa, sih?
|
Agamamu, apa sih?
|
Penjelasan:
a) Secara umum, orang Indonesia sangat
senang bila pertanyaan itu dimulai dengan “maaf “, seperti: Maaf Pak/Bu/dik, di
mana Bank Indonesia? Tetapi pertanyaan yang bersifat pribadi sebaiknya
ditangguhkan sampai Anda benar-benar saling kenal dengan baik. Jadi, pertanyaan seperti: “Berapa
umur Anda?”, “Apakah Anda sudah punya pacar?” “Apakah Anda sudah berkeluarga?” dan sejenisnya
sebaiknya dihindari.
b) Sampai saat ini masih banyak bisa
dijumpai orang Indonesia menanyakan hal-hal yang bersifat pribadi, misalnya
“Apakah Anda sudah beristri/bersuami?” “Sudah berapa anak Anda?” “Kapan Anda
menikah?”. Namun, tampaknya ada pergeseran untuk tidak menanyakan hal-hal yang
bersifat pribadi, khususnya di kota-kota besar di Indonesia dan di kalangan
kaum terdidik.
3) Memberi Pernyataan
Cara ketiga yang dilakukan untuk
membuka percakapan yaitu dengan memberi pernyataan. Cara ini dapat digunakan
kepada orang yang baru pertama kali dijumpai, rekan atau teman dalam berbagai
acara. Beberapa pernyataan sering berkaitan dengan keadaan sekeliling,
pengalaman, topik mutakhir, atau penampilan orang lain. Memberi pernyataan
adalah cara yang baik untuk melanjutkan percakapan.
Contoh:
Pantas
|
Anda kelihatan segar sekali hari ini.
|
Selamat malam. Bagus sekali baju Anda.
|
Anda tampak sehat sekali. Apa resepnya, ya?
|
Anda tampak ceriah sekali.
|
Anda cantik sekali dengan gaun itu.
|
Tak Pantas
|
Anda kelihatan langsing
sekali. Ada apa?
|
Bajumu kurang panjang.
|
Warna bajumu terlalu mencolok.
|
Kamu kelihatan murung. Ada apa ya.
|
Kamu kurang cocok dengan gaun itu.
|
Penjelasan:
Secara umum, ketika kita membuat pernyataan, sebaiknya
tidak memberi penelitian kepada lawan bicara kita atau melihat sisi-sisi
negatif tentang dirinya atau keadaan lingkungan lawan bicara kita. Ceritakanlah
hal-hal yang bersifat positif terhadap lawan bicara Anda. Orang Indonesia
umumnya suka diberi pujian, tetapi sepantasnya. Dulu, orang Indonesia senang
dikatakan ’gemuk’, tetapi, khususnya di kota-kota, sudah bergeser. Pujian
’gemuk’ lebih baik diganti dengan ’Anda tampak cantik, bugar, ceriah, makmur.
4) Meminta Perhatian
Teknik terakhir untuk membuka percakapan yaitu
meminta perhatian. Ini adalah cara yang paling sering digunakan ketika orang
lain terlihat sibuk. Cara ini juga digunakan ketika Anda memiliki sesuatu yang
istimewa untuk dibicarakan kepada orang lain.
Contoh:
Pantas
|
Maaf mengganggu, apakah saya bisa bicara dengan
Ibu/Bapak/Anda sebentar?
|
Permisi, bisa minta waktu Bapak/Ibu/Anda sebentar?
|
Maaf mengganggu. Bisa bicara sebentar?
|
Saya ingin bicara dengan Bapak/Ibu/Anda, apakah
Bapak/Ibu punya waktu?
Maaf menyela, bisa bicara sebentar?
|
Tak Pantas
|
Dari tadi saya menunggu! Bisa bicara?
|
Sibuk amat! Bisa bicara!
|
Saya mau bicara!
|
Saya perlu waktu Anda!
|
Penjelasan:
Dalam budaya Indonesia, orang yang akan meminta
perhatian, biasanya memulai dengan kata: maaf, maaf mengganggu, atau permisi. Namun,
kita harus menyertainya dengan ’badan sedikit agak membungkuk’ dan/atau dengan ’suara
yang agak pelan’.
b. Menutup Percakapan
Ada beberapa cara yang dilakukan untuk menutup
percakapan. Kadang-kadang
percakapan berakhir karena tidak ada lagi yang ingin dibicarakan. Ada tiga cara
yang digunakan untuk menutup percakapan adalah:
Salam pisah :
1. Menyatakan rasa senang
2. Meminta maaf mau pergi
3. Meminta maaf karena telah mengganggu
kesibukan orang lain
Ketiga teknik ini
biasanya diikuti dengan salam pisah.
1) Menyatakan Kehangatan
Salah satu cara untuk mengakhiri percakapan adalah menyatakan rasa senang ketika
berbicara dengan orang lain. Dalam waktu yang sama, Anda dapat menyatakan keinginan
untuk bertemu lagi pada waktu yang akan datang. Waktu dan tempat bertemu tidak
perlu ditentukan.
Contoh:
Pantas
|
Saya merasa senang berkenalan dengan Anda. Sampai jumpa lagi.
|
Saya harap kita dapat bertemu kembali di lain waktu. Mari.
|
Saya senang telah memiliki kesempatan berbicara dengan Bapak/Ibu. Mari,
Pak/Bu
|
Jika ada waktu, saya ingin bicara dengan Anda lagi. Mari.
|
Tak Pantas
|
Sudah dulu, ya.
|
Hmm. (berbalik tanpa menyapa)
|
Sayang sekali percakapan tadi tidak menyenangkan.
|
Penjelasan:
Pada saat menutup percakapan, orang Indonesia biasanya berjabat tangan
sambil agak membungkuk tanda hormat. Jabatan tangan bisa dilakukan dengan cara
umum, ala orang Sunda (seperti panganut agama Budha pada saat menghormati Budha
atau tangan tak bersentuhan di antara pembicara), atau dengan anggukan sambil
tersenyum.
2) Meminta Maaf Mau Pergi
Cara lain yang digunakan untuk mengakhiri percakapan yaitu dengan meminta
maaf karena mau pergi.Teknik ini tidak terlalu baik untuk digunakan, atau
meminta maaf untuk pergi bukan merupakan alasan yang tepat.
Contoh:
Pantas
|
Senang sekali bicara dengan Saudara, tetapi saya harus menghadiri
pertemuan di kantor. Maaf sekali, ya. Mari.
|
Mungkin kita bisa melanjutkan pembicaraan ini di waktu lain. Saya akan
menjemput anak saya dulu. Maaf ya. Mari.
|
Bagaimana kalau kita bicarakan lagi nanti. Soalnya, saya ditunggu di
...
Mari.
|
Tak Pantas
|
Saya buru-buru nih!
|
Tidak ada waktu lagi untuk bicara dengan Anda.
|
Lain kali lagi, ya. Saya tidak ada waktu!
|
Penjelasan:
Menutup pembicaraan karena ada keperluan lain
harus dilakukan dengan sangat hati-hati. Kalau tidak, lawan bicara kita bisa
merasa disepelekan. Karena itu, sebaiknya digunakan ungkapan ’Maaf sekali’guna
menetralkan keadaan.
3) Meminta Maaf Karena Telah Mengganggu Orang Lain
Cara lain yang dapat digunakan untuk menutup
percakapan yaitu dengan meminta maaf karena telah mengganggu orang lain. Anda
dapat melakukan teknik ini ketika anda benar-benar menyela atau mengganggu
orang lain.
Pantas
|
Maaf, saya telah mengganggu kesibukan Anda. Terima kasih. Mari.
|
Terima kasih atas waktu yang Bapak berikan. Mari, pak.
|
Maaf, telah menyita waktu Ibu. Terima kasih.
|
Maaf, merepotkan.
|
Tak Pantas
|
Ini kewajiban Anda menerima saya.
|
Kewajiban Bapak, kan melayani saya.
|
Tampaknya Ibu kekurangan waktu untuk saya.
|
Penjelasan:
Bila Anda telah merasa merepotkan orang lain atas kedatangan Anda, maka Anda
sepantasnya ’meminta maaf’ dan mengucapkan ’terima kasih’. Artinya, tidak
pantas bila Anda ’tidak meminta maaf ’ dan ’tidak berterima kasih’.
2. Meminta/Menyatakan/Merespon Pendapat
Teknik percakapan kedua melibatkan pendapat. Meminta, menyatakan, dan
merespon pendapat biasanya dilakukan setelah pembicaan berlangsung.
Contoh:
Pantas
|
A: Menurut Anda,
bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat
baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Oh, begitu.
|
Ungkapan
merespon pendapat secara sopan:
Oh, begitu.
Pendapat Anda baik sekali.
Saya setuju dengan pendapat
Saudara.
Hmm, tetapi bagaimana kalau ...
.
|
Tak Pantas
|
A: Menurut Anda,
bagaimana kalau saya kuliah di Universitas Gunadarma?
B: Saya kira sangat
baik. Semua program studinya telah mendapat akreditasi A.
C: Anda membual!
|
Ungkapan
merespon pendapat yang tidak pantas:
Walah!
Tidak benar!
Kok. Begitu!
Anda membual
Tidak setuju.!
|
Penjelasan:
Meminta pendapat dapat dimulai
dengan ‘Bagaimana pendapat Bapak/Ibu mengenai ...’, ‘Bagaimana menurut
Bapak/Ibu tentang ... ‘. Merespon pendapat sebaiknya dilakukan secermat
mungkin. Artinya, pembicara harus berusaha untuk menghindari ungkapan yang
dapat menyinggung perasaan orang lain atau lawan bicara.
3. Mengatur Percakapan Lawan Bicara
a.
Meminta Lawan Bicara untuk Pengulangan/Mengulangi
Kadang-kadang dalam sebuah percakapan, kita tidak
mendengar atau tidak memahami apa yang lawan bicara kita ucapkan. Dalam kasus
seperti ini, kita perlu meminta lawan bicara kita untuk mengulangi
pernyataannya.
Contoh:
Pantas
|
|
Maaf, bisa Anda ulangi?
|
|
Maaf, apa yang barus aja Anda katakan?
|
|
Tolong ulangi lagi apa yang baru saja Anda
katakan.
|
|
Mohon katakan sekali lagi?
|
|
Tadi saya katakan bahwa...
|
|
Tadi saya bertanya apakah...
|
|
Yang tadi saya katakan adalah...
|
|
Tidak Pantas
|
|
Tadi bilang apa?
|
|
Bicara apa tadi?
|
|
Ulangi!
|
|
Katakan sekali lagi!
|
|
Bicara apa barusan?
|
|
Tadi saya bilang/berkata bahwa...(dengan nada tinggi)
|
|
Makanya perhatikan kalau orang sedang berbicara.
Tadi saya bilang...
|
Penjelasan:
Meminta
lawan bicara untuk mengulangi kata-katanya sebaiknya diawali dengan kata ‘maaf’
atau ‘tolong’.
b. Meminta Lawan Bicara untuk Mengurangi Kecepatan dan Volume Bicara
Kadang-kadang lawan bicara kita terlalu cepat atau terlalu pelan sehingga
kita tidak dapat mengerti bahkan mendengar apa yang mereka ucapkan. Jika
menghadapi situasi ini, kita perlu meminta lawan bicara untuk berbicara lebih
pelan atau mengeraskan suaranya.
Contoh:
Pantas
|
|
Maaf, tolong bicara lebih pelan.
|
|
Maaf, pendengaran saya agak terganggu. Bisa
bicara lebih keras lagi?
|
|
Tolong jangan berbicara terlalu cepat.
|
|
Mohon bicara yang pelan.
|
|
Tidak Pantas
|
|
Kalau bicara jangan keras-keras!
|
|
Cepat amat bicaranya!
|
|
Kalau bicara terlalu cepat orang tidak akan
mengerti.
|
|
Pelan sedikit. Kenapa, sih!
|
Penjelasan:
Untuk meminta lawan bicara menaikkan volume suara atau bicara lebih pelan bisa
dimulai dengan ‘maaf’, ‘tolong’, dan ‘mohon’. Yang perlu dihindari adalah
ungkapan yang bersifat mengeritik atau sok perintah.
4.
Menanyakan dan Memberi Arti serta Meminta
dan Memberi Klarifikasi
Dalam sebuah percakapan, kadang-kadang kita tidak mengerti kata atau
pernyataan yang lawan bicara kita ucapkan, atau kadang-kadang kita ingin lawan
bicara memberikan contoh atau menjelaskan lebih rinci tentang pernyataannya.
Upaya-upaya ini bisa dipandang sebagai upaya mengembangkan percakapan kita
dengan lawan bicara.
a. Menanyakan Makna Kata atau Maksud Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
|
Maaf. Apa maksud Bapak?
|
Maaf. Apa arti kata ‘mengentaskan kemiskinan?’
|
Maaf, apa maksud Ibu dengan ... ?
|
Tidak Pantas
|
Apa itu?
|
Gunakan kata-kata yang sederhana saja!
Kata-katamu susah dimengerti.
|
Bagaimana orang bisa mengerti pernyataan Anda
kalau Anda menggunakan kata-kata seperti itu?
Maksudmu, apa?
|
Penjelasan:
Menanyakan
maksud pembicara diawali dengan kata ‘Maaf.’ Lalu dilanjutkan dengan
pertanyaan: ‘Apa maksud Bapak/Ibu dengan/Saudara/Anda ... dengan ...’
b. Memberi Makna atas Kata yang Kita Ucapkan kepada Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
|
Maksud saya adalah ... .
|
Artinya, ... .
|
Yang saya maksud adalah ... .
|
Tidak Pantas
|
Masa arti kata itu saja tidak tahu? Artinya
kan...
|
Cari sendirilah artinya.
|
Masa tidak mengerti maksud saya.
|
Penjelasan:
Mengemukakan
maksud kita karena lawan bicara tidak memahami maksud pembicaraan kita dapat
diawali dengan ‘Maksud saya ... ‘, ‘Yang saya maksud adalah ... ‘.
c. Meminta Klarifikasi terhadap Pernyataan Lawan Bicara
Contoh:
Pantas
|
|
Maaf. Apakah maksud Ibu tadi adalah ... ?
|
|
Maaf. Apakah maksud Bapak dengan...?
|
|
Apakah maksud istilah ‘x’ adalah...?
|
|
Apakah maksud Anda...?
|
|
Apakah Bapak bisa memberi contoh kepada kami?
|
|
Bisa Anda perjelas lagi maksud Saudara?
|
|
Tidak Pantas
|
|
Jangan bertele-tele kalau berbicara!
|
|
Coba perjelas pernyataan Anda! Terlalu
berbelit-belit!
|
|
Maksud Anda apa?!
|
|
Beri contoh dong, supaya orang mengerti
maksudnya.
|
|
Pernyataan Anda terlalu sulit dimengerti.
Perjelas lagi! Kasih contohnya, dong!
|
|
Jelaskan dengan sejelas-jelasnya lah! Bagaimana
orang bisa mengerti kalau cara Anda menjelaskan seperti itu?
|
Penjelasan:
Cara santun untuk meminta
klarifikasi terhadap pernyataan lawan bicara atau orang yang sedang/telah
berbicara adalah dengan menggunakan kalimat tanya. Ungkapan klarifikasi bisa
diawali dengan ‘Maaf.’, khususnya bila lawan bicara kita adalah guru, dosen,
atasan, atau orang yang kedudukannya lebih tinggi dari kedudukan kita. Kalau
lawan bicara kedudukannya sama lebih rendah, ungkapan ‘Maaf.’ Tidak diperlukan.
d. Memberi Klarifikasi atas Pernyataan yang Kita Ucapkan
Contoh:
Pantas
|
Maksud saya adalah...
|
Maksud saya dengan pernyataan tersebut adalah...
|
Maksud istilah itu adalah...
|
Maksud pernyataan saya adalah...
|
Contohnya/Misalnya...
|
Untuk lebih jelasnya lagi...
|
Untuk lebih rincinya, ...
|
Tidak Pantas
|
Harusnya Anda memahami maksud saya karena saya sudah menggunakan bahasa
yang mudah dimengerti. Mungkin Anda yang harus lebih banyak belajar bahasa.
|
Maksud saya sebenarnya sederhana saja, hanya...
|
Harusnya begini saja Anda mengerti. Maksud saya kan hanya...
|
Sepertinya hanya Anda yang tidak mengerti maksud pernyataan saya bahwa...
|
Seharusnya Anda sudah dapat menyimpulkan sendiri bahwa...
|
Sebenarnya saya sudah cukup rinci menjelaskan tadi!
|
Saya rasa penjelasan saya sudah mendetil. Mungkin Anda yang tidak
mendengarkan dengan baik.
|
Penjelasan:
Memberi klarifikasi terhadap permintaan
klarifikasi lawan bicara adalah keharusan. Hal ini dapat dilakukan dengan
mengawali klarifikasi kita dengan ‘Maksud saya adalah ...’,
‘Contohnya/misalnya’.
5.
Merefleksi
Merefleksi adalah sebuah teknik percakapan untuk mengekspresikan kembali
pendapat atau perasaan yang sama dengan pernyataan
yang telah dikemukakan oleh lawan bicara kita. Refleksi dilakukan untuk
berbagai alasan, misalnya untuk meminta klarifikasi dari lawan bicara atau
untuk meminta lawan bicara meneruskan pernyataan yang dikemukakannya. Refleksi
juga bisa dilakukan saat kita butuh waktu untuk berpikir; serta untuk membantu
lawan bicara mengetahui pemahaman kita terhadap pernyataannya.
Ada dua macam refleksi,
yaitu: langsung dan interpretatif.
a. Refleksi Langsung
Contoh:
Pantas
|
|
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
B: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja?
|
|
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Apa
maksudmu bahwa ia memang keterlaluan?
|
|
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor
itu.
B: Anda
tidak bisa lagi bekerja di kantor itu? Mengapa?
|
|
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Pendapat
saya tentang itu? Hmm...
|
|
Tidak Pantas
|
|
A: Sebentar lagi ia akan berhenti kerja.
B: Maaf. Saya tidak punya waktu
membicarakan hal itu.
|
|
A: Iya, dia memang keterlaluan.
B: Maaf. Sebaiknya Anda tidak
membicarakan kejelekan orang lain.
|
|
A: Saya tidak sanggup lagi bekerja di kantor
itu.
B: Ya. Sudah. (Ditinggal begitu
saja.)
|
|
A: Apa pendapat Anda tentang itu?
B: Tidak punya pendapat.
|
Penjelasan:
Untuk merefleksi langsung, kita dapat mengulangi hampir
persis sama dengan seluruh kata-kata yang diucapkan lawan bicara dan
mengubahnya menjadi pertanyaan.
b. Refleksi Interpretatif
Kita menyatakan bahwa kita memahami dengan baik pernyataan lawan bicara.
Contoh:
Pantas
|
|
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya
selama ini.
B: Kedengarannya
Anda sangat menikmati hidup Anda.
A: Ya, seperti itulah.
|
|
Ungkapan-Ungkapan
yang dapat digunakan:
Anda tampaknya ...
Anda sepertinya ...
Anda kelihatannya ...
Rasanya ...
Kedengarannya seperti ...
Kedengarannya baik sekali.
|
|
Tidak Pantas
|
|
A: Saya sudah sangat menikmati rutinitas saya
selama ini.
B: Mana gua pikirin.
|
|
Ungkapan
yang tidak pantas digunakan:
Saya tidak peduli.
Biarin.
|
Penjelasan:
Memberi perhatian terhadap lawan bicara
merupakan keharusan dalam berbicara. Hal yang perlu dijaga adalah perasaan
empati terhadap lawan bicara.
6. Memberi Komentar
Untuk membuat percakapan lebih mulus,
pecakap biasanya menggunakan ’fasilitator’. Fasilitator adalah kata atau
ungkapan yang digunakan untuk menunjukkan bahwa Anda sungguh-sungguh menyimak
dan mendorong orang lain untuk tetap melanjutkan percakapan. Meskipun begitu,
orang kadang-kadang menggunakan fasilitator walaupun dia tidak sungguh-sungguh
mendengarkan lawan bicaranya.
Contoh:
Pantas
|
|
Hmm
|
|
Ya.
|
|
Begitu, ya.
|
|
Oh, ya.
|
|
Kedengarannya menyenangkan/ bagus/ seru/hebat
|
|
Oh, oh.
|
|
Ya, ya.
|
|
Seperti itu, ya.
|
|
Kok, begitu.
|
|
Tidak Pantas
|
|
Ah. Gue nggak mau pusing.
|
|
Mana saya pikir hal itu.
|
|
Maaf, saya tidak tertarik pada masalah itu.
|
|
Saya tidak mau tahu masalah itu.
|
|
Jangan ganggu saya. Saya lagi sibuk.
|
|
Maaf ya. Macam-macam aja!.
|
|
Ya. Rasakan sendiri.
|
|
Alaah.
|
|
Bodo, ah
Sebodo amat!
|
Penjelasan:
Pada saat memberi komtentar, sebaiknya dilakukan dengan penuh perhatian
melalui bahasa tubuh yang lain, seperti memberi anggukan, gelengan kepala,
tatapan mata, kerutan dahi, dsb.
7. Penyelaan
Kadang-kadang Anda ingin atau perlu menyela lawan bicara Anda. Atau, kadang-kadang
Anda perlu menyela percakapan orang lain. Ada kalanya Anda tidak mau orang lain
menyela Anda.
a. Menyela
Contoh:
Pantas
|
Maaf, menyela …
Pak Jafar, ....
Bu Indiyah, ......
Maaf. Bisa saya menyela sebentar?
|
Tidak Pantas
|
Tunggu!
Kok ngomong terus sih.
Diam, dulu.
Diam, kamu!
|
Penjelasan:
Untuk menyela pembicaraan orang lain
kita bisa menyebut nama
pembicara yang sedang berbicara dan kalau dia mempersilakan, kita bisa mulai
bicara.
b. Merespon Selaan
Contoh:
Pantas
|
Silakan.
|
Maaf. Mau bicara tentang apa?
|
Maaf. Sebentar dulu.
|
Maaf. Saya selesaikan dulu.
|
Tidak Pantas
|
Apa?
|
Ya. Sudah.
|
Mau bicara apa sih?
|
Apa, sih.
|
Penjelasan:
Merespon selaan bisa
dilakukan dengan ungkapan ‘Maaf. + ...’ bila kita hendak menyelesaikan pembicaan
kita sebelum kita menyilakan orang lain memberikan tanggapannya. Bila kita
tidak berkeberatan orang lain menyela, kita bisa berhenti bicara dan menyilakan
orang lain berbicara dengan menggunakan ungkapan ’Silakan.”
c.
Meminta agar tidak menyela
Contoh:
Pantas
|
Maaf, sebentar, ...
Maaf, tunggu dulu. Saya selesaikan
pembicaraan saya. ...
Maaf, masih ada satu hal yang perlu saya jelaskan.
Maaf. Nanti saya beri waktu.
|
Tidak Pantas
|
Mengganggu, aja!
Ganggu aja!
Sebentar lagi, ah.
|
Penjelasan:
Ungkapan
’Maaf.’ mengawali percakapan pada saat kita hendak menyela pembicaraan orang
lain. Namnu, ungkapan ’Maaf.’ Tidak selalu mengawali setiap kita menyela pembicaraan.
Kalau pembicaraan sudah berjalan dengan lancar, ungkapan ’Maaf.’ tidak
digunakan lagi.
8. Mengecek Pemahamam/Menjernihkan Kesalahpahamam
Ketika orang berbicara, kadang-kadang ada masalah akan pemahamam dan kesalahpahamam.
Atas alasan ini, sangat penting bagi kita untuk mengecek baik pemahamam kita maupun
pemahamam orang lain dari waktu ke waktu.
a. Mengecek pemahamam kita sendiri
Contoh:
Pantas
|
Apakah Anda mengatakan
bahwa ... ?
Apakah yang Anda
maksudkan adalah ... ?
Apakah yang pahami
bahwa ... seperti itu maksud Anda?
Maaf. Saya belum memahami betul maksud Anda. Apakah Anda mengatakan
bahwa ... ?
Maaf. Saya masih kurang
paham maksud Anda. Bisa di jelaskan lagi?
|
Tidak Pantas
|
Pembicaraan Anda
terlalu bertele-tele.
Langsung saja pada
permasalahan.
Apa sih maksud Anda?
|
Penjelasan:
Untuk mengecek pemahaman kita terhadap pembicaraan
lawan bicara, biasanya kita menggunakan kalimat tanya. Kalimat tanya bisa
langusng digunakan dengan menggunakan kata tanya ’Apakah ...’ atau kalimat
tanya diawali dengan ungkapan ’Maaf. Saya kurang paham maksud Bapak’, ’Maaf.
Saya belum memahami betul maksud Ibu’.
b. Mengecek pemahamam lawan bicara
Contoh:
Pantas
Apakah Anda paham maksud saya?
Apakah Anda mengikuti pembicaraan saya?
Apakah penjelasan saya cukup jelas?
Apakah saya masih perlu memperjelasnya?
Tidak Pantas
Paham gak, maksud saya?
Ngerti ga sih?
Sudah jelas, kan?
c. Menyelesaikan kesalahpahaman
Contoh:
Pantas
Maaf. Tadi saya salah paham. Apakah maksud Anda
... ?
Mungkin penjelasan saya tadi masih kurang jelas.
Maksud saya adalah ... .
Saya kira Anda belum memahami maksud saya. Yang
saya maksudkan adalah ... .
Maaf, sepertinya tadi Anda kurang memahami maksud
saya. Yang saya maksud adalah ... .
Tidak Pantas
Saya tetap tidak sependapat dengan kamu.
Kalau Anda tidak setuju, ya sudah.
Malas ah ngobrol sama kamu.
Nggak setuju ah!
Penjelasan:
Ungkapan ’maaf’,
’mungkin’, ’barangkali’ sering digunakan
untuk mengawali pembicaraan, untuk menunjukkan kesopanan kepada lawan bicara.
9. Topik Percakapan: Mengubah/Mengembalikan/Mencegah
perubahan/
Menghindari perubahan
a. Mengubah Topik Percakapan
Ketika kita sedang berbicara dengan seseorang, kita memikirkan sesuatu yang
lain, yang menarik untuk dibicarakan. Dalam kasus seperti itu, kita mungkin
ingin mengubah topik percakapan. Setelah itu, kita mungkin ingin kembali ke
topik awal percakapan.
Contoh:
Pantas
Oh ya ... .
Omong-omong, ... .
Oh ya, saya jadi teringat dengan ... .
Maaf. Bagaimana kalau kita pindah topik sebentar?
Tidak
Pantas
Kita
bicarakan yang lain saja?
Tidak
menarik ah.
Ganti
topik kenapa?
b. Kembali ke topik percakapan
Contoh:
Pantas
Kembali ke pembicaraan kita tadi, ... .
Seperti yang saya katakan sebelumnya, ... .
Bagaimana kalau kita kembali ke pembicaraan
semula?
Mari kita kembali ke pembicaraan awal.
Tidak Pantas
Mengapa percakapan kita semakin jauh dari
percakapan sebelumnya?
Kok, kemana-mana pembicaraan ini!
Kembali ke topik awal!
Penjelasan:
Ungkapan yang sering digunakan untuk kembali kepada topik pembicaraan
adalah ‘Kembali ke ... .’, ‘Seperti yang saya katakan sebelumnya, ...‘,
‘Bagaimana kalau ...’, ‘Mari kita ...’.
c. Mencegah dan menghindari perubahan topik
Kadang kita berada pada situasi ketika lawan bicara kita ingin mengubah
topik percakapan. Bagaimana cara kita mencegah perubahan percakapan tersebut jika
kita tidak menginginkannya? Bagaimana cara kita menghindari topik percakapan
yang kita tidak ingin bicarakan?
1) Mencegah Perubahan Topik
Contoh:
Pantas
|
Mohon jangan tidak membicarakan masalah lain dulu.
|
Mohon jangan ganti masalah lain
sebelum kita menyelesaikan hal ini?
|
Bagaimana kalau kita menyelesaikan percakapan ini sebelum kita beralih ke
percakapan selanjutnya?
Tolong, jangan mengalihkan pembicaraan.
|
Tak Pantas
|
Pembicaraan kita sudah melenceng.
|
Jangan ngelantur, ya.
|
Yang serius dong.
Jangan banyak bercanda ah.
|
Penjelasan:
Kata
yang sering digunakan untuk menjaga sopan santun dalam berbicara adalah ‘Mohon
...’, ‘Bagaimana kalau’.
2) Menghindari Topik
Contoh:
Pantas
|
Bagaimana kalau kita tidak menyinggung hal itu.
|
Maaf, saya merasa kurang nyaman bila kita membicarakan hal itu.
|
Mohon maaf, Saya akan lebih memilih untuk tidak membicarakan hal itu
sekarang.
|
Bagaimana kalau
kita mengganti topik percakapanm kita?
|
Bagaimana kalai
kita mengganti topik percakapan kita?
|
Tak Pantas
|
Saya tidak suka topik itu!
|
Topik itu menyebalkan.
|
Nyebelin ah amonganmu!
|
10. Menyampaikan Suatu
Gagasan/ Menambah Hal-hal Terkait
Ketika kita berbicara dalam kelompok, kita kadang-kadang memiliki gagasan
yang kita ingin sampaikan atau kita ingin tambahkan.
Menyampaikan gagasan
Contoh:
Pantas
|
Saya ada gagasan/pendapat.
|
Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
|
Bisa saya memberi pendapat?
|
Pendapat itu cukup bagus, tetapi ... .
|
Dalam hubungannya dengan masalah ini, saya berpendapat bahwa ... .
|
Saya mendukung gagasan Ibu Kartini.
|
Tak Pantas
|
Ga bagus ah! Gimana kalau ...
|
Pendapat Anda kurang cocok. Bagaimana dengan pendapat ini ... ?
|
Penjelasan:
Dalam memberikan pendapat, pembicara Indonesia
sering menggunakan kata ’mungkin’, dan ’barangkali’. Hal ini bukan berarti
bahwa pembicara Indonesia ’ragu-ragu dengan pendapatnya’, melainkan hanya
sebagai tanda ’penghalus’ agar terkesan tidak memaksakan pendapat.
D. Simpulan
1. Kepantasan dalam percakapan bahasa
Indonesia harus memenuhi syarat nilai budaya ’hormat’, penggunaan sapaan untu
orang kedua yang tepat sesuai dengan usia, status sosial, ketaklangsungan,
pilihan kata, unsur paralinguistik, seperti penggunaan tangan kanan dan sedikit
membungkuk.
2. Ungkapan ’maaf’, ’mohon maaf’, dan ’mohon’
sering digunakan untuk mengawali suatu pembicaraan sebagai penanda hormat
kepada lawan bicara.
3. Pertanyaan yang bersifat sangat pribadi
sebaiknya dihindari untuk menghindari ketidaknyamanan lawan bicara kita dalam
percakapan.
4. Ungkapan-ungkapan tidak formal sebaiknya
dihindari dalam percakapan formal karena ungkapan itu tidak pantas dalam
konteks formal.
5. Dalam semua teknik percakapan, ungkapan
formal tetap disyaratkan untuk mencapai derajat kepantasan.
Rujukan
Aridah. 2007.
Politeness Phenomena as a Source of
Pragmatic Failure in English as a Second Language. TEFLIN Journal Vol. 12
Number 2.
Brown,
Penelope dan Stephen Levinson. 1978. Universal
in Language Usage: Politeness Phenomena. Dalam Esther N. Goody (ed.) Questions and politeness: Strategies in
Social Interaction. New York : Cambridge University Press.
Departmen
Pendidikan Nasional. 2003. Kamus Besar
Bahasa Indonesia .
Edisi 3. Jakarta :
Penerbit balai Pustaka.
Magnis-Suseno,
F. 1984. Etika Jawa: Sebuah Analisa
Falsafi tentang Kebijaksanaan Hidup Jawa. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
Matreyek, Walter. 1983. Communicating
in English: Examples and Models. Vol. 3 Situations. New
York : Pergamon Press Inc.
mantab brow,,, bermanfaat bgt
BalasHapus